Wednesday, February 11, 2009

Etnik Minahasa Rentan Sakit Jantung?

MAKANAN berlemak nan gurih memang sedap sekali untuk disantap. Tapi di balik kelezatan rasanya tentu ada risiko kesehatan mengancam seperti penimbunan lemak dalam tubuh atau meningkatnya kadar kolesterol jahat dalam darah. Yang biasanya terjadi kemudian adalah beragam penyakit berat mengancam, mulai dari obesitas, penyakit jantung, stroke atau diabetes.

Di sejumlah daerah di Indonesia, mengonsumsi makanan berlemak tinggi ada yang menjadi bagian gaya hidup. Kebiasaan ini juga dipengaruhi faktor budaya, adat istiadat, agama dan kepercayaan. Di kalangan etnik Minahasa Propinsi Sulawesi Utara misalnya, menyantap menu berlemak terbuat dari lemak hewani (babi) merupakan bagian dari keseharian. Tak heran bila kebiasaan ini pun ternyata meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan Dr. Grace Debbie Kandau, terungkap bahwa warga Minahasa yang sering mengonsumsi makanan asam lemak jenuh tinggi berisiko lebih tinggi mengidap penyakit jantung koroner (PJK). Penelitian ini dipaparkan Dr. Grace Debbie dalam promosi doktor di Kampus Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok, Jumat (18/7).

Dengan melibatkan 256 partisipan, Dr Grace melakukan pengumpulan data frekuensi makan dengan FFQ (Food Frequency Quationnaire) untuk melihat hubungan kebiasaan makan dengan penyakit. Partisipan dibagi dua kelompok yakni 128 pasien penderita jantung dan pasien non PJK yang berobat di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou, Manado.

Karena jenis makanan etnik Minahasa belum ada dalam DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan), Grace melakukan pemeriksaan kandungan asam lemak jenuh dengan metoda Gas Chromatography dari 41 jenis makanan etnik Minahasa di Laboratorium Pangan & GO Litbangkes Bogor. Hasil penelitian menunjukkan, makanan etnik minahasa mengandung asam lemak jenuh tinggi sekitar 0,01-10,46 %food/100 gram.

"Seseorang yang mengkomsumsi jenis makanan berisiko PJK seperti babi putar dengan frekuensi makan lebih dari dua kali/bulan mempunyai kemungkinan terkena PJK 4,43 kali lebih besar dibanding orang yang mengkonsumsi kurang dari sekali/bulan," ungkap hasil penelitian itu.

Setelah memperhitungkan beragam faktor seperti jenis kelamin, riwayat PJK dalam keluarga dan diabetes mellitus, hasil riset juga menunjukkan seseorang yang punya kebiasaan makan menu berlemak dengan frekuensi sering risikonya tercatat 5,4 kali lebih besar untuk terkena PJK dibanding yang makan jarang .

"Di antara jenis makanan tersebut, terdapat 25 jenis makanan yang berpotensi terhadap PJK dan yang paling berisiko diantaranya adalah babi putar, kotey dan babi hutan," jelas Grace melalui siaran pers yang diterima Kompas.com.

Dr. G race Debbie Kandau juga merekomandasikan kepada instansi terkait dalam hal ini Departemen Kesehatan agar melakukan upaya penyuluhan kepada masyarakat etnik Minahasa untuk mengurangi frekuensi mengonsumsi menu yang berisiko terhadap PJK dan mengganti makanan yang berisiko dengan jenis makanan yang tidak berisiko seperti ikan, sayuran tinutuan, dsb.

"Kepada tokoh masyarakat, tokoh gereja supaya menjadi panutan dalam hal mengurangi pesta makan 'enak" dan mengajak anggota/jemaatnya untuk menjaga kebiasaan makan sehat melalui pidato/khotbah yang dibawakannya," tandasnya.

Sumber : http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2008/07/18/1703355/etnik.minahasa.rentan.
sakit.jantung