Friday, December 12, 2008

Karena Dokter Lupa, Empat Tahun Menderita

Wanita berusia 38 tahun itu tergolek lemas berbaring di sebuah kursi panjang. Wajahnya pucat pasi menahan sakit. Suami dan anaknya yang baru berusia empat tahun hanya terdiam.

Ia adalah Karmawati Nonna Siregar. Warga Bekasi Utara itu sudah kehilangan ginjal sebelah kirinya. Dalam dunia medis, kasus Nonna memiliki nama chronic kidney disease sinistra.

Derita Nonna bermula awal Juli 2004. Kala itu ia mengeluh sakit saat buang air kecil. Lalu ia datang ke rumah sakit Mediros (RSM) di Jakarta Timur untuk berobat.




Dua dokter ahli bedah urologi dan penyakit dalam yang menangani Nonna menyatakan ia memiliki batu ginjal sehingga harus menjalani terapi penghancuran dengan cara laser atau extra shock wave litotrispy (ESWL). Selain itu, sebuah alat yang disebut double J stent harus ditanamkan pada saluran ureternya.

"Waktu itu saya dibius total, tahunya cuma di laser aja. Enggak tahu kalau ada tindakan medis lain," kenang Nonna. Keesokan harinya, Nonna dirontgen. Dokter mengatakan batu yang terdapat pada ginjalnya sudah hancur sehingga ia dinyatakan sembuh. "Setelah itu, saya boleh pulang tapi masih harus kontrol," imbuh ibu dari dua anak itu.

Sekitar Februari 2005, Nonna positif mengandung anak keduanya. Namun ia khawatir, karena setiap kali kontrol, dokter menganjurkan agar terus mengonsumsi antibiotik untuk menghilangkan rasa sakit yang masih tetap ia rasakan. Padahal, jutaan rupiah telah ia keluarkan. Semua biaya tersebut ditanggung suaminya yang tukang parkir.

Kecemasan hati Nonna terbukti pada 6 September 2005. Bayi yang dikandungnya selama tujuh bulan lahir dengan distres pernapasan sehingga harus dimasukkan ke inkubator. Bungsu yang diberi nama Jonathan Amos Sagala itu sampai sekarang tidak tumbuh normal dan sering sakit.

Sesudah melahirkan, Nonna semakin menderita. Rasa sakitnya tak kunjung sirna, malahan semakin menjadi. Punggung dan pinggang kirinya terus dilanda sakit. "Kalau buang air kecil sampai-sampai warnanya keruh dan sangat bau," keluhnya. Karena tak tahan, Nonna kembali mendatangi RSM, 13 Oktober lalu.

Setelah menjalani USG, ternyata selama empat tahun ini alat double J stent masih berada dalam tubuhnya. Padahal, alat itu hanya boleh dipasang tak lebih dari tiga bulan, "Dokternya cuma bilang dia lupa karena banyak kerjaan," kata Nonna ketus.

Pihak rumah sakit bersedia mencabut alat tanpa memungut biaya. Namun tindakan itu terlambat. Ginjal Nonna kadung tak bisa berfungsi lagi. Kondisi fisiknya kian melemah. Bahkan hanya untuk berdiri pun ia harus berusaha sekuat tenaga. Aktivitas sehari-hari dilakukan di atas kursi roda. Biaya terus mengucur untuk transfusi darah.

Karena merasa menjadi korban malapraktik, Nonna bersama kuasa hukumnya, H Banjarnahor, melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya, kemarin (11/12). Nonna melaporkan Direktur Medik RSM dan dua dokter yang menanganinya. "Kami laporkan mereka berdasarkan Pasal 360 dan 361 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan luka berat dengan hukuman maksimal lima tahun," kata Banjarnahor.

Pihak RSM yang dimintai konfirmasinya enggan berkomentar. "Saya belum tahu, jadi saya belum bisa memberi keterangan resmi," kata Sari, staf sekretariat RSM.(Maulana Fajar/J-4)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NDk4MDQ=