Sunday, January 4, 2009

Transeksual, Mencari Kenyamanan Gender

UMUMNYA pelaku transeksual menjalani operasi alat kelamin untuk mengubah gender sebagai sikap mempertahankan diri dari lingkungan sekitarnya.

Alasannya, mereka merasa tidak nyaman seperti kurang dihargai oleh lingkungannya. Psikolog Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Dra Hastaning Sakti Psi MKes mengatakan, faktor pencetus melakukan transeksual karena mereka sudah menjadi gay atau lesbi. "Namun, tidak semuanya (gay dan lesbi) yang melakukan transeksual. Artinya, orang biasa pun tetap ada yang melakukannya karena mereka membenci alat kelamin yang menempel pada tubuhnya, misalnya payudara yang terlalu menonjol," paparnya.

Biasanya, Hastaning menyebutkan, faktor lingkungan menjadi faktor pendorong terbesar. Awalnya, mereka seorang lesbi, waria atau gay, tapi karena lingkungan sekitarnya menolak kehadirannya dengan bersikap memojokkan, atau berbuat kasar hingga akhirnya mereka merasa perlu melakukan transeksual. "Karena itu, mereka sangat perlu mendapatkan pendamping seperti psikologis untuk mengarahkan perkembangan psiko-sosioseksualnya sesuai dengan jati diri, dan gender role-nya di masyarakat," paparnya.

Artinya, Hastaning menjelaskan, tindakan tersebut bisa menguatkan mentalnya sebagai manusia dengan segala keterbatasan. "Bersikap menghargai perasaan mereka adalah perbuatan mulia. Dan itu sudah sangat cukup membantu," pesan Hasta.

Lebih lanjut, Hasta menjelaskan, tidak ada pembatasan usia yang dinyatakan pantas untuk memilih identitas seks seseorang. Perasaan ambigu pada kondisi fisik dan psikologis yang dimunculkannya karena adanya stigma masyarakat yang menyatakan mereka punya kelainan jiwa.

Manajer Klinik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dr Maya Tri Siswati menuturkan, kebanyakan transeksual ini dilakukan oleh laki-laki yang nyaman sebagai wanita. "Pelaku transeksual, yakni menambah atau mengurangi di bagian alat kelaminnya. Mereka itu belum tentu tidak normal," ujar Maya saat menjadi pembicara orientasi wartawan tentang kependudukan dan pembangunan di PKBI di Hotel Sany Rosa, Bandung, beberapa waktu lalu.

Dibutuhkan Bantuan Psikiater

Untuk melakukan transeksual, biasanya pelaku harus berpikir berkali-kali untuk melakukan operasi. Psikiater adalah salah satu orang yang dapat membantu mereka meyakinkan dilakukan atau tidaknya operasi pergantian alat kelamin.

Dokter bedah dari Divisi Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesiadr Chaula LSukasahSpB SpBP (K) menerangkan, transeksual merupakan operasi penyesuaian kelamin. "Yaitu mengubah perempuan menjadi laki-laki atau mengubah laki-laki menjadi perempuan," papar dokter yang pernah membantu menjalani operasi transeksual yang rata-rata pelakunya berusia 20 tahun itu.

Chaula mengatakan, untuk melakukan transeksual harus ada penyesuaian kuat untuk mengubah kelamin (operasi) dan ini sangat berhubungan dengan mental. "Sebaiknya, harus ada psikiater yang mengantar saat akan dilakukan operasi. Biasanya mereka yang telah melakukan operasi lebih percaya diri dan merasa sangat senang dengan perubahan ?statusnya' itu," papar Chaula seraya mengatakan operasi transeksual menghabiskan waktu lima jam.

Sementara itu, dokter spesialis kejiwaan dari Rumah Sakit Tangerang dr Andri SpKJ mengatakan, peran psikiater sangat penting bagi seseorang transeksual, karena hal tersebut merupakan gangguan identitas gender (gender identity disorder) bila merujuk pada pedoman gangguan jiwa menurut DSM-IV TR.

"Sebenarnya, semuanya tergantung kepada pasien. Transeksual dapat bermula sejak kecil sampai dewasa. Psikiater bertugas meyakinkan pasien agar benar-benar yakin akan keputusannya," ujar Penanggung Jawab Klinik Psikosomatik RS Omni Internasional, Serpong, Tangerang.

Andri menjelaskan, kebanyakan bagi transeksual sejati (bukan berganti kelamin akibat faktor uang atau materi) gangguan identitas gendernya telah bermula sejak kecil. Misalnya, seorang anak laki-laki senang berpakaian wanita, atau sebaliknya. Untuk orang dewasa, biasanya gejalanya bermanifestasi sebagai keinginan untuk disebut berlawanan dengan jenis kelaminnya, berperilaku dan ingin diperlakukan sebagai seseorang yang berlawanan dengan jenis kelaminnya.



"Yang harus dilakukan, pertama dia harus yakin dahulu akan kondisinya. Bagi pasien anak dan remaja, peran terapi psikososial sangat penting karena hal ini dapat mengubah kondisinya," sebut dokter yang juga praktik di RS Global Medika, Tangerang, ini.

Sementara, bagi orang dewasa yang kondisinya sangat mengganggu dirinya sehingga terlihat bahwa operasi ganti kelamin merupakan satusatunya solusi.

"Tidak ada batasan seseorang diberikan kesempatan untuk berpikir bahwa dia sudah pantas untuk mengoperasi kelamin. Karena operasi bukan satu-satunya jalan yang ditempuh dalam tahapan terapi, tapi harus juga dibarengi terapi hormon," ujar dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Sumber : http://lifestyle.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/01/03/27/178942/transeksual-mencari-kenyamanan-gender